Kenapa Waktu Terasa Lebih Lama Ketika Berpuasa
- Muhammad An nur Al Fiqri
- Mar 11
- 3 min read

Kalian merasa gak sih? Ketika bulan Ramadhan waktu terasa lebih lama daripada biasanya. Contohnya, beberapa murid di FIWA merasa tanggal 15, yang di mana hari kita akan pulang, tuh kayak lama banget buat ke hari tersebut. Jujur sih, saya pun juga merasa seperti itu. Nah, sebenarnya kenapa sih waktru terasa lebih lama ketika berpuasa? Apakah ini ada kaitannya dengan ilmu sains? Oke deh, Kita bahas satu-satu!
Puasa adalah kegiatan yang meniadakan makan, minum, dan sebagainya dengan sengaja (terutama berkaitan dengan keagamaan). Nah, secara fisiologis, puasa memicu perubahan metabolisme yang signifikan. Setelah 8-12 jam tanpa makan, tubuh mulai menggunakan cadangan glikogen di hati sebagai sumber energi. Ketika glikogen habis, tubuh beralih ke proses glukoneogenesis, yaitu pembentukan glukosa dari sumber non-karbohidrat seperti lemak dan protein. Perubahan metabolisme ini lah yang memengaruhi berbagai sistem tubuh, termasuk otak, yang mengatur persepsi waktu.

Selanjutnya, otak kita akan merespons adanya perubahan pola makan yang terjadi pada kita sehingga menyebabkan adanya perubahan ritme sirkadian yang mengatur berbagai proses tubuh, seperti tidur, suhu tubuh, nafsu makan, dan pelepasan hormon. Hal ini dapat memengaruhi produksi hormon seperti kortisol.

Nah, ketika kadar hormon kortisol meningkat yang disebabkan oleh penurunan glukosa darah, bagian otak, terutama area korteks prefrontal yang terlibat dalam persepsi waktu, akan terpengaruh. Selain itu pula, kadar neurotransmitter -zat kimiawi yang menyebarkan sinyal antarsaraf- seperti dopamin dan serotonin cenderung menurun ketika berpuasa sehingga menyebabkan waktu terasa lebih lama karena kurangnya stimulasi positif.
Erm tapi kenapa kadar glukosa turun pas puasa dan akibatnya gimana bang?
Nah, hipoglikemia atau rendahnya kadar gula darah adalah kondisi yang umum selama puasa. Ketika kadar glukosa turun, fungsi kognitif seperti perhatian dan persepsi waktu dapat terganggu. Studi oleh peneliti dari Radboud University Medical Center menunjukkan bahwa hipoglikemia menyebabkan aktivitas di area otak seperti hippocampus dan prefrontal cortex menurun dari biasanya, yang dapat membuat waktu terasa lebih lama karena otak kurang efisien dalam memproses informasi waktu.

Singkatnya, ketidakseimbangan hormon dan perubahan ritme sirkadian lah yang dapat membuat kita lebih sadar akan waktu, terutama jika kita merasa lelah atau kurang tidur. Selain itu, puasa dapat meningkatkan sensitivitas terhadap rangsangan eksternal, seperti suara atau cahaya, yang membuat kita lebih "aware" terhadap perjalanan waktu. Contohnya, ketika kalian sedang kajian di masjid lalu melihat jam terus berkata "Ah, buka puasa masih 2 jam lagi" atau beberapa orang selalu melihat jam untuk menghitung waktu buka puasa, bisa dibilang sih tidak sabaran gitu ya.
Walaupun terasa lebih lama, puasa adalah ibadah yang penuh hikmah. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah ayat 183, “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." Selain itu, kita tidak hanya menghadapi puasa dengan lebih baik, tetapi juga memanfaatkannya untuk meningkatkan kesehatan fisik dan mental. Puasa mengajarkan kita untuk bersabar, mengendalikan hawa nafsu, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa adalah perisai” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Intinya, waktu yang terasa lebih lama selama puasa adalah hasil dari interaksi kompleks antara perubahan metabolisme, perubahan hormon, dan adaptasi neurologis. Puasa memengaruhi cara otak memproses waktu melalui mekanisme seperti peningkatan kortisol, penurunan dopamin, dan perubahan ritme sirkadian. Selain itu pula, kita tidak hanya merasakan perubahan fisiologis, tetapi juga meraih pahala dan ketakwaan yang mendekatkan diri kita kepada Sang Pencipta.
Sumber:
Green, M., Elliman, N. & Rogers, P. The effects of food deprivation and incentive motivation on blood glucose levels and cognitive function. Psychopharmacology 134, 88–94 (1997). https://doi.org/10.1007/s002130050429
Bahammam AS, Nashwan S, Hammad O, Sharif MM, Pandi-Perumal SR. Objective assessment of drowsiness and reaction time during intermittent Ramadan fasting in young men: a case-crossover study. Behav Brain Funct. 2013 Aug 12;9(1):32. doi: 10.1186/1744-9081-9-32. PMID: 23937904; PMCID: PMC3751553.
Tian HH, Aziz AR, Png W, Wahid MF, Yeo D, Constance Png AL. Effects of fasting during ramadan month on cognitive function in muslim athletes. Asian J Sports Med. 2011 Sep;2(3):145-53. doi: 10.5812/asjsm.34753. PMID: 22375233; PMCID: PMC3289210.
Green MW, Elliman NA, Rogers PJ. Lack of effect of short-term fasting on cognitive function. J Psychiatr Res. 1995 May-Jun;29(3):245-53. doi: 10.1016/0022-3956(95)00009-t. PMID: 7473300.
Longo, Valter D. et al.
Cell Metabolism, Volume 19, Issue 2, 181 - 192
Verhulst CEM, Fabricius TW, Nefs G, Kessels RPC, Pouwer F, Teerenstra S, Tack CJ, Broadley MM, Kristensen PL, McCrimmon RJ, Heller S, Evans ML, Pedersen-Bjergaard U, de Galan BE. Consistent Effects of Hypoglycemia on Cognitive Function in People With or Without Diabetes. Diabetes Care. 2022 Sep 1;45(9):2103-2110. doi: 10.2337/dc21-2502. PMID: 35876660; PMCID: PMC9472511.
https://islamqa.info/ar/articles/40/الصيام-جنة-فلا-يرفث-ولا-يجهل
https://muslim.or.id/30048-puasa-adalah-perisai-seorang-muslim.html
Muhammad An nur Al Fiqri | Maret 10, 2025
Comments